Oleh : Hendi D. Jy Harefa
PHNOM PENH—Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mendukung pendekatan multilateral negara-negara Asia Tenggara untuk menangani sengketa teritorial di Laut Cina Selatan.
Dalam KTT Asia Timur yang diadakan di Kamboja, Obama bertemu dengan
Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao. Di tengah pembicaraan mengenai masalah
kerja sama ekonomi dan keamanan, perkara Laut Cina Selatan naik ke
permukaan menyusul adanya tuduhan dari sejumlah anggota ASEAN bahwa tuan
rumah Kamboja keliru dalam mewakili pandangan kelompok itu terkait
penanganan sengketa wilayah.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, awalnya menyulut kontroversi dengan mengatakan ASEAN telah menyepakati untuk tidak menggunakan pendekatan internasional dalam menangani sengketa wilayah itu. Hal ini mengundang reaksi keras dari Filipina dan Singapura
PM Hun Sen kemudian mengeluarkan pernyataan susulan yang mewakili ASEAN, mengatakan para anggota menggemakan pentingnya deklarasi sikap terhadap isu Laut Cina Selatan yang berisi sejumlah prinsip dalam menyelesaikan konflik. Menurutnya, negara-negara di kawasan sepakat bekerja sama mencari solusi yang berdasar atas hukum internasional melalui negosiasi yang melibatkan negara-negara yang bersengketa.
Pernyataan susulan Hun Sen tidak menyinggung pernyataan awalnya, dan sejumlah pejabat mengatakan pernyataannya telah direvisi setelah adanya keluhan dari sejumlah negara.
Negara seperti Kamboja dan Laos selama ini diuntungkan dengan topangan dana dari pemerintah Cina untuk membangun infrastruktur. Di Phnom Penh, rasa syukur atas bantuan itu terlihat jelas dengan adanya spanduk bertuliskan “Semoga pertemanan, solidaritas, dan kerja sama antara Kerajaan Kamboja dan Cina tetap jaya!”
Kuatnya pengaruh Cina menjadi ujian tersendiri bagi ASEAN. Negara-negara anggotanya mesti memilih antara tetap loyal dengan kelompok atau berpihak ke Cina. Hal ini juga sering menimbulkan masalah karena pada saat yang bersamaan, Amerika juga sedang meningkatkan pengaruhnya di Asia.
Cina sejak lama memilih untuk menangani sengketa wilayah di Laut Cina Selatan secara bilateral. Sebaliknya, AS dan sejumlah negara lain menginginkan pendekatan multilateral.
Sokongan dari Obama memberi angin sejuk bagi negara-negara seperti
Filipina dan Vietnam, yang mengajukan klaim atas wilayah perairan yang
dilewati oleh lebih dari separuh armada dagang dunia dan dipercaya kaya
akan cadangan energi dan mineral.
Pejabat Gedung Putih mengungkap pembicaraan bilateral bukan cara menyelesaikan sengketa di Laut Cina Selatan.
“Isu seperti ini harus dibicarakan dalam konteks multilateral demi menegaskan kembali prinsip-prinsip keamanan laut yang bisa dijadikan panduan dalam kasus seperti Laut Cina Selatan,” ujar wakil penasihat keamanan nasional AS, Ben Rhodes. “AS tak punya klaim atas Laut Cina Selatan. Namun, kami punya kepentingan di sana menyusul peran yang kami mainkan dalam ekonomi global.”
Kata Obama kepada Wen, Washington dan Beijing perlu bekerja sama untuk membangun masa depan kawasan Asia Pasifik dan dunia yang lebih terjamin dan makmur.
Menurut PM Wen, hubungan Cina-AS yang stabil dibutuhkan demi terciptanya kedamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik serta dunia.
Namun, dalam urusan Laut Cina Selatan, kedua negara adidaya itu tidak memiliki pandangan yang sama. Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Fu Ying, kepada wartawan mengatakan langkah Beijing melindungi kedaulatannya dirasa penting dan layak.
“Semua pihak setuju sengketa itu tidak seharusnya diangkat ke tingkat internasional…dan [PM Wen] berharap semua pihak menghormati keputusan itu,” demikian Fu Ying mengutip PM Wen.
Namun, Presiden Filipina, Benigno Aquino III menyerukan adanya pembicaraan lebih jauh untuk menampik pernyataan Cina itu. “Dalam sejarah Laut Cina Selatan, tidak pernah rasanya klarifikasi dan penetapan batas wilayah perairan menjadi sepenting sekarang,” ujarnya.
lembaran Lain :
PHNOM PENH - China menyatakan, sengketa yang
terjadi atas Kepulauan Spratly tidak akan menganggu jalannya KTT Asia
Timur yang akan diadakan di Phnom Penh, Kamboja minggu ini. China
berhadapan dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina,
Malaysia dan Brunei dalam klaimnya atas Kepulauan yang terletak di
perairan Laut China Selatan itu.
Wakil Menteri Luar Negeri China Fu Ying mengatakan bahwa sengketa atas Kepulauan Spratly tersebut masih berada dalam tahap wajar. Menurutnya sengketa wilayah ini masih dapat dikendalikan oleh negara-negara yang terlibat.
“Banyak orang menganggap situasi di Laut china Selatan saat ini sudah genting. Padahal selama ini China dan negara-negara yang terkait lainnya berhasil menjaga agar konflik tidak meningkat," ujar Fu Ying, seperti dikutip Reuters, Sabtu (17/11/2012).
“Negara-negara di kawasan dapat menyelesaikan konflik yang terjadi melalui jalur negosiasi damai," tambahnya.
Fu Ying memperingatkan pihak lain tidak perlu mencampuri sengketa yang dimiliki oleh china dengan beberapa negara Asia Tenggara. “ Bila pihak lain ingin ambil bagian, mereka harus memberikan kontribusi yang positif dan tidak hanya melakukan provokasi," ucapnya.
Pernyataan kerasnya tersebut dapat dikaitkan dengan kehadiran Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia yang makin menguat. AS selama ini tidak rela melihat negara-negara di Asia mulai terpengaruh dengan meningkatnya kekuatannya China.
KTT Asia Timur merupakan bagian acara dari KTT ASEAN yang akan diselenggarakan pada 18 hingga 20 November di Ibu Kota Kamboja, Phnom Penh. Selain diikuti oleh negara anggota ASEAN, KTT Asia Timur juga dihadiri oleh kepala negara atau pemerintah dari negara-negara penting, antara lain AS, China, Rusia, dan India
PHNOM PENH—Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mendukung pendekatan multilateral negara-negara Asia Tenggara untuk menangani sengketa teritorial di Laut Cina Selatan.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, awalnya menyulut kontroversi dengan mengatakan ASEAN telah menyepakati untuk tidak menggunakan pendekatan internasional dalam menangani sengketa wilayah itu. Hal ini mengundang reaksi keras dari Filipina dan Singapura
PM Hun Sen kemudian mengeluarkan pernyataan susulan yang mewakili ASEAN, mengatakan para anggota menggemakan pentingnya deklarasi sikap terhadap isu Laut Cina Selatan yang berisi sejumlah prinsip dalam menyelesaikan konflik. Menurutnya, negara-negara di kawasan sepakat bekerja sama mencari solusi yang berdasar atas hukum internasional melalui negosiasi yang melibatkan negara-negara yang bersengketa.
Pernyataan susulan Hun Sen tidak menyinggung pernyataan awalnya, dan sejumlah pejabat mengatakan pernyataannya telah direvisi setelah adanya keluhan dari sejumlah negara.
Negara seperti Kamboja dan Laos selama ini diuntungkan dengan topangan dana dari pemerintah Cina untuk membangun infrastruktur. Di Phnom Penh, rasa syukur atas bantuan itu terlihat jelas dengan adanya spanduk bertuliskan “Semoga pertemanan, solidaritas, dan kerja sama antara Kerajaan Kamboja dan Cina tetap jaya!”
Kuatnya pengaruh Cina menjadi ujian tersendiri bagi ASEAN. Negara-negara anggotanya mesti memilih antara tetap loyal dengan kelompok atau berpihak ke Cina. Hal ini juga sering menimbulkan masalah karena pada saat yang bersamaan, Amerika juga sedang meningkatkan pengaruhnya di Asia.
Cina sejak lama memilih untuk menangani sengketa wilayah di Laut Cina Selatan secara bilateral. Sebaliknya, AS dan sejumlah negara lain menginginkan pendekatan multilateral.
Pejabat Gedung Putih mengungkap pembicaraan bilateral bukan cara menyelesaikan sengketa di Laut Cina Selatan.
“Isu seperti ini harus dibicarakan dalam konteks multilateral demi menegaskan kembali prinsip-prinsip keamanan laut yang bisa dijadikan panduan dalam kasus seperti Laut Cina Selatan,” ujar wakil penasihat keamanan nasional AS, Ben Rhodes. “AS tak punya klaim atas Laut Cina Selatan. Namun, kami punya kepentingan di sana menyusul peran yang kami mainkan dalam ekonomi global.”
Kata Obama kepada Wen, Washington dan Beijing perlu bekerja sama untuk membangun masa depan kawasan Asia Pasifik dan dunia yang lebih terjamin dan makmur.
Menurut PM Wen, hubungan Cina-AS yang stabil dibutuhkan demi terciptanya kedamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik serta dunia.
Namun, dalam urusan Laut Cina Selatan, kedua negara adidaya itu tidak memiliki pandangan yang sama. Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Fu Ying, kepada wartawan mengatakan langkah Beijing melindungi kedaulatannya dirasa penting dan layak.
“Semua pihak setuju sengketa itu tidak seharusnya diangkat ke tingkat internasional…dan [PM Wen] berharap semua pihak menghormati keputusan itu,” demikian Fu Ying mengutip PM Wen.
Namun, Presiden Filipina, Benigno Aquino III menyerukan adanya pembicaraan lebih jauh untuk menampik pernyataan Cina itu. “Dalam sejarah Laut Cina Selatan, tidak pernah rasanya klarifikasi dan penetapan batas wilayah perairan menjadi sepenting sekarang,” ujarnya.
lembaran Lain :
Foto: Reuters
Wakil Menteri Luar Negeri China Fu Ying mengatakan bahwa sengketa atas Kepulauan Spratly tersebut masih berada dalam tahap wajar. Menurutnya sengketa wilayah ini masih dapat dikendalikan oleh negara-negara yang terlibat.
“Banyak orang menganggap situasi di Laut china Selatan saat ini sudah genting. Padahal selama ini China dan negara-negara yang terkait lainnya berhasil menjaga agar konflik tidak meningkat," ujar Fu Ying, seperti dikutip Reuters, Sabtu (17/11/2012).
“Negara-negara di kawasan dapat menyelesaikan konflik yang terjadi melalui jalur negosiasi damai," tambahnya.
Fu Ying memperingatkan pihak lain tidak perlu mencampuri sengketa yang dimiliki oleh china dengan beberapa negara Asia Tenggara. “ Bila pihak lain ingin ambil bagian, mereka harus memberikan kontribusi yang positif dan tidak hanya melakukan provokasi," ucapnya.
Pernyataan kerasnya tersebut dapat dikaitkan dengan kehadiran Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia yang makin menguat. AS selama ini tidak rela melihat negara-negara di Asia mulai terpengaruh dengan meningkatnya kekuatannya China.
KTT Asia Timur merupakan bagian acara dari KTT ASEAN yang akan diselenggarakan pada 18 hingga 20 November di Ibu Kota Kamboja, Phnom Penh. Selain diikuti oleh negara anggota ASEAN, KTT Asia Timur juga dihadiri oleh kepala negara atau pemerintah dari negara-negara penting, antara lain AS, China, Rusia, dan India
Tidak ada komentar:
Posting Komentar